Jakarta,Citranewsindonesia–Terkait Dengan laporan Dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Prilaku Hakim oleh Hakim kepala Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam perkara Nomor 214 PK / Pdt / 2017 dengan pelapor JJ Amstrong Sembiring, SH., MH.
Dugaan terjadinya pelanggaran kode Etik dan Pedoman Perilaku hakim yang dilakukan Hakim Ketua PN Jakarta Barat yang menolak Permohonan AANMANING dan malah sebaliknya memberikan pendapat atau saran yang tidak dapat dipertanggung Jawabkan, karena dapat berimplikasi kerugian sangat besar bagi pencari keadilan Hal ini membuat Amstrong Sembiring mengadakan pertemuan para pihak yang dinyatakan pihak lawan tidak datang,pertemuan tersebut dihadiri oleh H.Sumpeno , SH, MH ( Ketua PN Jakarta Barat ) , Tavip Dwiyatmiko, SH, MH ( Panitera PN Jaakarta Barat ), JJ Amstrong , SH , MH sebagai kuasa Hukum , Hayanti Sutanto ( Prinsipal ), Viktor Arif dan Victorina Arif yang merupakan Anak Kandung Prinsipal serta eksekutor Perdata .
Pada Kesempatan Tersebut pihak dari prinsipal merasa bahwa ketua PN jakbar di nilai adanya dugaan memiliki contoh buruk akan hukum yang ada di Indonesia,hal ini merupakan kesalahan yangt sanggat fatal yan terkesan kuat di senggaja dan sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang ketua Pengadilan Negeri yang notabanenya melanggar kode etik dan pilaku hakim,jelas di sebutkan bahwa kewajiban hakim harus memelihara kehormatan dan keluhuran martabat . Dengan Kata Lain kode etik dan pedoman perilaku hakim memiliki pinsif dasar kode etik dan pedoman prilaku hakim yang di implementasikan dengan jelas,berprilaku adil,jujur,arif dan bijaksana,besikap mandiri berinteggritas tinggi ,berttanggung jawab,menjunjungg tinggi hargga diri,berdisiplin tinggi,berprilaku rendah hati dan bersikap professional.
Karena sikap dan perilaku yang arogan ketua PN Jakarta Barat yang diduga memberikan nalar hukum yang sesat membuat pihak Prinsipal menunjuk JJ Amstrong , SH , MH sebagai kuasa Hukum untuk menindak lanjuti pernyataan ketua PN Jakarta Barat dan sebagai advokat dirinya tidak terima dengan saran yang disampaikan Ketua PN tersebut. Yang dengan jelas beliau Tahu betul dengan kode Etik Seorang Hakim.
Ketika ditemui dan dimintai keterangan oleh awak media digedung Komisi Yudisial jl.Kramat Raya No.57,Rt.08/Rw 08,Kramat Senen, Jakarta pusat. saat ingin melaporkan tentang perihal kode Etik Ketua Pengadilan,dengan membawa barang bukti satu [1] keeping video DVD {rekaman]
dimana beliaupun mengatakan dan mempertanyakan kepada ketua PN Jakarta Barat apa yang dimaksudnya “ Nebis in Idem ? “ dan beliaupun menjelaskan bahwa suatu larangan pengajuan gugatan untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama baik mengenai subjeknya beserta adanya objek dan alasan – alasan telah diputus oleh pengadilan yang sama .
Dalam hal yang demikian apabila gugatan tersebut diajukan kembali untuk kedua kalinya’’ maka pengajuan gugatan tersebut akan diolak oleh pengadilan karena dalam suatu perkara yan sama yang telah di putus oleh pengadilan tidak diperbolehkan diajukan gugatan lagi agar diperiksa dan diputus untuk kedua kalinya,yang sudah tercantum dalam [ pasal 130 HIRjo.pasal 154 RBg jo.pasal 31 Rv] terkecuali perdamaian yang di laksanakan oleh para pihak diluar persidangan itu tidak termasuk ‘’Nebis In Idem’’ karena perdamaian diluar persidangan kekuatannya idak sama dengan keputusan pengadilan.
(nur)
***