(FFEN). Kegiatan FFEN yang berskala Nasional ini digagas oleh Pemerintah
Kabupaten Biak Numfor yang bekerjasama dengan Byak Indie Movie
“Kegiatan
ini merupakan bentuk salah satu program yang berasaskan ‘Kebangkitan
Perfilman di Tanah Papua’ yang telah dideklarasikan Gubernur Provinsi
Papua pada tahun 2014,” ungkap Adolof AK Baransano, dalam perbincangan
dengan media di Jakarta Rabu, (23/9).
menjadikan kabupaten Biak Numfor dan Provinsi Papua, sebagai wilayah
Indonesia pertama yang menggelar festival film Etnik bernuansa kultur
Budaya Nusantara.”
komunitas film dari seluruh Indonesia. Dengan isi Film mengedepankan
konten potensi dan keragaman budaya Nusantara.
“Kegiatan ini
merupakan peristiwa budaya yang bertujuan mengangkat prestasi dan
promosi bagi Kabupaten/Kota seluruh Indonesia. Terutama Biak,”kata pak
Baransano yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Biak
Numfor.
Para peserta bisa mengirimkan karya dari kalangan
pelajar, mahasiswa, komunitas dan penggiat perfilman daerah, tentunya
film peserta akan mengetengahkan gaya bertutur Tradisional maupun
kondisi saat ini .
“Untuk itu genre film yang tepat untuk
dikompetisikan adalah genre film berdurasi 15-30 menit. Ketentuan yang
disyaratkan adalah film peserta wajib mengetengahkan potensi dan
karakter budaya daerah masing – masing.
Dewan Juri untuk FFEN
sudah ditentukan, mereka adalah Clara Shinta (Artis), Abdulah Yuliarso
(Alumni IKJ / Penggiat Perfilman), Nomensen Mambraku (Ketua Dewan
Kesenian Tanah Papua), Akhlis Suryapati (Ketum Sekretariat Nasional Kine
Klub Indonesia) dan Simon Siby (Seniman Lokal).
Mewakili dewan
juri, Abdulah Yuliarso menyebut, kegiatan ini bisa dijadian proyek
percontohan bagi daerah lain. “Potensi untuk mengembangkan perfilman di
seluruh nusantara diawali dengan FFEN yang baru pertama kali diadakan di
Indonesia.”
Ajang kompetisi Film Etnik ini yang didukung oleh
Dewan Kesenian Tanah Papua ini, selain memberikan informasi potensi
daerah juga bertujuan pengembangan potensi wilayah pariwisata, sosial,
seni budaya dengan esensi cerita di dalamnya berorientasi kepada
kandungan unsur dan norma-norma pendidikan yang santun.
Menjadi
catatan, penggerak Festival Film Etnik ini adalah Biak Indie movie (
Komunitas Film Biak) yang didukung sepenuhnya oleh jajaran Pemda
Kabupaten Biak Numfor dan jajaran DPRD Biak Numfor. Diharapkan langkah
Pemda Kabupaten Biak ini dapat menjadi contoh dan diikuti oleh
kabupaten-kabupaten lain di Indonesia.
Diharapkan untuk jangka
panjang, kegiatan ini akan memicu tumbuhnya industri dan pasar film
lokal (bioskop) melalui program desentralisasi perfilman nasional.
Menurut
Adolof, semangat menempatkan film berkarakter budaya lokal akan menjadi
semacam “cultural belt”, sabuk budaya yang dapat membentengi masyarakat
dari pengaruh negative budaya global yang semakin intens merasuki
sendi-sendi kultur masyarakat Nusantara.
“Sejalan dengan kemajuan
teknologi informasi seperti melalui televisi dan sosial media. Dan ini
akan menjadi bagian dari strategi kebudayaan nasional melalui film
berbasis budaya lokal.” tutup Adolof lagi. (dk/hp)
UKW 2018