Surabaya | citranewsindonesia.com- Sekitar 31 orang warga yang bergabung dalam Aliansi Korban Surat Ijo Surabaya (AKSI-Surabaya) mengadakan demo damai ke Kantor BPK Perwakilan Propinsi Jawa Timur hari Selasa, tanggal 30 Mei 2023 di Jl. Juanda-Surabaya.
Tuntutan para pendemo tersebut di pimpin oleh Saleh Alhasni selalu Ketua Aliansi Korban Surat Ijo Surabaya sekaligus Caleg DPR RI untuk Dapil Jatim I, 2024 dari Partai Gerindra adalah untuk meminta Klarifikasi Kepada Pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Propinsi Jawa Timur soal kejanggalan dalam sektor pertanahan di Kota Surabaya pada LHP BPK Propinsi Jawa Timur Tahun 2004-2021.
Indikasi kejanggalan tersebut diawali dengan adanya ke tidak sesuaian antara keterangan yang diberikan oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK) Propinsi Jawa Timur kepada salah satu anggota Aliansi yang mempertanyakan melalui surat soal perolehan Pemkot Surabaya atas obyek tanah seluas 184.196 m2 yang masuk dalam ruang lingkup Sertifikat HPL Nomor 1, Kelurahan Pucang Sewu. dengan nilai seharga Rp. 129.305.592.000,-
Anggota Aliansi yang bernama Rahmat itu mempertanyakan apakah nilai objek tanah tersebut berdasarkan hasil pengadaan atau jual beli atas tanah. Namun ketika itu, jawaban dari Pihak BPK Perwakilan Propinsi Jawa Timur tersebut bahwa Tahun 2007 tidak ada pengadaan maupun pembelian tanah.
Akan tetapi, pada perkembangannya, Tim Ahli Hukum dari Aliansi Korban Surat Ijo Surabaya berhasil menemukan fakta hukum dalam LHP BPK Perwakilan Propinsi Jawa Timur, bila ternyata ada pengadaan/pembelian tanah oleh Pemkot Surabaya, bukan hanya untuk Tahun 2007 saja, tetapi sejak Tahun 2004 s/d 2021.
Merujuk kepada temuan tersebut, maka Aliansi Surat Ijo Surabaya pun merasa Perlu untuk meminta Klarifikasi kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Propinsi Jawa Timur terkait hasil temuan Tim Ahli Hukum mereka itu.
Namun sayang nya, para pimpinan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Propinsi Jawa Timur sedang tidak ada di tempat, sehingga para petinggi Aliansi Korban Surat Ijo Surabaya hanya di terima oleh staff Humas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Propinsi Jawa Timur, yakni Rika dan Nur di Lobby Sekretariat Kantor BPK Perwakilan Propinsi Jawa Timur.
Adapun para petinggi Aliansi Korban Surat Ijo Surabaya yang ikut audience adalah Saleh Alhasni, Fajar Effendi, Budianto , Rachmat Hadipurnomo , Rudi serta Penasehat Hukum mereka, yakni Rena.
Bahwa dalam Audiensi, Para Petinggi mempertanyakan pengadaan /pembelian obyek tanah sebagaimana tercantum di dalam LHP BPK Perwakilan Propinsi Jawa Timur periode 2004-2021.
Pertanyaan tersebut menjadi penting mengingat hampir 80 persen, tanah di wilayah Pemerintah Kota Surabaya adalah tanah dengan status Hak Pengelolaan Tanah. Sehingga dengan demikian, apabila Pemerintah Kota Surabaya ingin melakukan pengadaan/ jual beli atas tanah, maka tanah HPL tersebut harus di lepaskan terlebih dahulu ke Negara, baru setelah itu bisa diadakan pembelian ataupun pengadaan atas tanah tersebut.
Selanjutnya, Para Petinggi Aliansi Korban Surat Ijo tersebut menyatakan bahwa pencatatan pada Tahun 2007, berkenaan dengan nilai harga terkait obyek tanah di Kelurahan Pucang Sewu yang masuk dalam ruang lingkup Sertifikat HPL Nomor 1 /Kel Pucang Sewu senilai Rp 129.305.592.000,-
Sangat bertolak belakang dengan SK HPL yang menjadi dasar penerbitan Sertifikat HPL tersebut, yakni SK HPL Nomor 53/HPL/BPN/97 . Dimana pada SK HPL tersebut terdapat 15 Bidang Sertifikat HPL dengan total luas tanah 3.117.110 M2 , salah satunya adalah Kelurahan Pucang Sewu. Hal mana pada saat SK HPL tersebut, Pemerintah Kota Surabaya hanya membayar Rp 1.5 juta Kepada Negara, Dan 750.000 untuk Landeform.
Bahwa apabila objek tanah yang dimohonkan hak Pengelolaan nya oleh Pemerintah Kota Surabaya pada Tabun 1997 memang sudah memiliki nilai harga, seharusnya uang yang dibayarkan Kepada Negara pada saat itu mengacu kepada rumus perhitungan yang diatur dalam Permendagri Nomor 1 Tahun 1975 tentang Penetapan Uang Pemasukan, Uang Wajib Tahunan, Biaya Administrasi Yang Bersangkutan dengan Pemberian hak-hak atas Tanah. Namun fakta nya, Pemerintah Kota Surabaya hanya membayar uang Rp. 1.5 juta Kepada Negara, Dan 750.000 untuk Landeform sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 huruf C dari SK HPL Nomor 53/HPL/BPN/97 tertanggal 8 April 1997.
Bahwa merujuk kepada fakta tersebut diatas, maka jelas bukan hanya warga yang dirugikan dengan adanya Hak Pengelolaan Lahan Negara atas nama Pemerintah Kota Surabaya, tetapi juga Negara itu sendiri.
Halmana apabila 1 objek tanah HPL di 1 Kelurahan nilai nya Rp. Rp 129.305.592.000,- , maka bila di ambil rata-rata, Dana yang seharusnya di terima oleh Negara untuk 15 objek tanah HPL di 15 Kelurahan adalah 15 x Rp 129.305.592.000,- , yakni sebesar Rp 1.939.583.880.000,- , Dengan demikian, secara terang dan nyata ada kerugian Negara dalam hal ini.
Bahwa oleh karena itu, penting bagi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Propinsi Jawa Timur untuk memberikan Klarifikasi kepada warga sekaligus Negara terkait dugaan adanya kerugian Negara yang diakibatkan oleh pengadaan /pembelian atas tanah Pengelolaan Negara oleh Pemerintah Kota Surabaya.
(Sarah Serena)