MOJOKERTO | Citranewsindonesia– Belakangan ini, masyarakat awam kembali di kejutkan dengan persoalan bendera. Namun kali ini, bukan persoalan bendera HTI melainkan bendera merah putih.
Hal tersebut, menjadi persoalan saat bendera yang merupakan lambang kebangsaan Indonesia, justru ternodai dengan munculnya noda hitam berlogo partai tertentu di dalam bendera tersebut. kondisi ini tentu menjadi persoalan tersendiri, bagaimana bendera merah putih bisa dijadikan bendera partai yang mengesankan seolah olah merah putih tersebut adalah kepunyaan partai tertentu, bukan kepunyaan bangsa Indonesia
Sungguh ironis, jika melihat bahwa partai yang notabene masuk dalam kategori penguasa selaku pembuat kebijakan dalam sistem pemerintahan di Indonesia, justru baik sengaja ataupun tidak sengaja melanggar peraturan perundang undangan yang berlaku.
Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa di indonesia berlaku fiksi hukum yaitu asas yang menganggap semua orang tahu hukum (presumptio iures de iure). Semua orang dianggap tahu hukum, tak terkecuali petani yang tak lulus sekolah dasar, atau warga yang tinggal di pedalaman. Dalam bahasa Latin dikenal pula adagium ignorantia jurist non excusat, ketidaktahuan hukum tidak bisa dimaafkan. Seseorang tidak bisa mengelak dari jeratan hukum dengan berdalih belum atau tidak mengetahui adanya hukum dan peraturan perundang-undangan tertentu.
Merujuk pada fiksi tersebut, maka siapa pun wajib tunduk pada ketentuan peraturan perundangan undang yang berlaku, sejak peraturan itu dikeluarkan oleh Pemerintah. Dalam hal ini, undang undang tentang bendera termasuk di dalamnya.
Yah, mungkin banyak yang belum tahu ataupun pura pura tidak tahu, bila masalah bendera merah putih, tidak hanya diatur di dalam Pasal 35 Undang Undang Dasar 1945 saja, tetapi juga diatur di dalam Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Halmana Pasal 57 Undang-undang tersebut, berbunyi sebagai berikut :
Setiap orang dilarang:
a. mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara;
b. menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
c. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan
d. menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Bila merujuk kepada Pasal 57 tersebut diatas, jelas terlihat bahwa penggunaan lambang negara oleh parpol tertentu untuk kepentingan Parpol tersebut dilarang keras. Hal itu secara nyata dan jelas terlihat pada Pasal 57 huruf d Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009.
Atas dasar itu, maka pemasangan logo parpol tertentu di dalam bendera merah putih sebagaima yang terjadi baik di Kediri maupun madiun merupakan perbuatan yang melanggar hukum karena bertentangan dengan Undang-undang Nomor 24 tahun 2009. Jika proses awal pencaleg kan saja sudah melakukan perbuatan yang berindikasikan pelanggaran hukum, lalu bagaimana bila terpilih jadi anggota dewan nantinya? Pasti mereka akan menggunakan hukum untik kepentingan pribadi mereka.
Rasa Nasionalis Kebangsaan, seharusnya jangan dilakukan dengan cara cara yang melanggar hukum. Tapi tunjukkan lah dengan suatu tindakan kongkrit atau nyata, misalnya dengan cara membuat koperasi antar umat beragama, dimana hasil keuntungan tersebut dibagi antara para pemuka agama setempat untuk keperluan rumah ibadah mereka masing masing. Dengan demikian, kerukunan antar umat beragama dapat terjaga dan nasionalisme kebangsaan bisa bergema di muka bumi Indonesia.
Selaku pengamat sosial kemasyarakatan, saya atas nama rakyat indonesia meminta kepada seluruh caleg partai yang akan maju 2019 nanti, untuk bermain sportif dan jangan menjadikan lambang negara baik untuk kepentingan partai maupun pribadi ataupun golongan tertentu.
Dan mohon kepada Bawaslu agar menindak partai partai yang menggunakan lambang negara untuk kepentingan pribadi ataupun kelompoknya. Buktikan bahwa hukum tidak hanya tajam ke bawah, tetapi juga tajam keatas. Karena Pileg 2019, harus benar benar bersih dari segala tindakan yang bersifat mencoreng citra Pemilu yang luber dan jurdil itu.
Oleh : Sarah Serena, SH ,Mojokerto, 8 November 2018