(Tangsel) mengartikulasi secara total peribahasa ‘banyak jalan menuju
Roma’.
Karena
kebijakan pemerintah menggratiskan biaya pendidikan sekolah sasar
(SD), timbul akal busuknya. Mereka melakukan praktik kotor dengan
menjual Lembar Kerja Siswa (LKS). sebagian besar wali murid pun curiga bahwa sekolah grastis hanya keniscayaan.
“Kami
sangat mengeluhkan tingginya harga lembar kerja siswa (LKS) yang
‘wajib’ dibeli siswa,” tutur sejumlah wali murid yang dihubungi
detaktangsel.com secara terpisah di Tangerang Selatan (Tangsel), Senin
(13/1).
Tutik,
bukan nama sebenarnya, mengaku tidak mengerti maksud Pemerintah Kota
(Pemkot) Tangsel mengelontorkan sekolah gratis sebagai pembohongan
publik. Para wali murid semula bernapas lega karena sekolah gratis.
Namun, murid diwajibkan membeli LKS.
“Apa artinya dana BOS kalau begini praktiknya,” kata warga Kelurahan Pondok Cabe Udik ini.
Pendapat
Tutik diamini Iskandar. Menurutnya, Pemkot Tangsel jangan tutup mata
adanya praktik busuk dengan memperdagangkan LKS kepada siswa. Harga LKS
cukup mahal. Makanya, banyak wali murid mengeluhkan.
Salah
satu SD (nama red-) misalnya, ia menyebutkan, telah melakukan
pungutan kepada siswa pada tahun ajaran baru ini. Bentuk pungutan itu
meski tidak dalam bentuk SPP, melainkan setiap siswa diwajibkan
membeli LKS yang harganya selangit.
“Harga LKS bisa mencapai Rp 200 -300 ribu. Itu sangat membebani wali murid,” katanya.
Sementara itu, sumber detaktangsel.com di Dinas Pendidikan membocorkan permainan praktik ‘bisnis’ LKS ini.
Dinas Pendidikan menutup mata sehingga membiarkan pungutan dalam bentuk LKS tersebut terjadi di sekolah.
“Dinas Pendidikan membiarkan pungutan terjadi. Jadi bohong kalau biaya sekolah itu gratis,” tandasnya.
Ia
membenarkan ada ‘bisnis gelap’ di balik penjualan LKS di sekolah.
Bisnis bak mata rantai antara pihak Dinas Pendidikan, sekolah, dan
penerbit bahkan mungkin Dewan. Karenanya, sangat sulit dipatahkan mata
rantai ‘bisnis gelap’ ini.
Kenapa,
ia menegaskan, usaha kotor ini mendatangkan keuntungan besar. Maka,
pihak-pihak yang terkait memaksakan kehendak untuk menjalankan ‘ bisnis
gelap’ tersebut.
Anehnya,
Komisi 2 DPRD Tangsel ” seolah-olah ” melegalkan bisnis LKS, terbukti
dengan sudah beredar di sekolah-sekolah di Tangsel. Padahal bisnis
ilegal ini sangat membebani masyarakat.
Pasalnya,
pemberlakuan LKS bagi para murid SD di Kota Tangsel telah menjadi
pemikiran Komisi 2. Apalagi saat ini BOS Nasional dan Bosda baru dapat
membiayai SPP dan operasional sekolah lainnya.
“Buku paket dan LKS sudah di tanggung pemerintah melalui program BOS,” ungkapnya.
Ia
membenarkan para orangtua siswa telah mengajukan keberatan terkait
kebijakan tidak prowali murid tersebut. Namun, aspirasi wali murid itu
seakan tidak ada gunakanya. Bahkan, wali murid selalu dipojokkan dengan
dalih pentingnya pendidikan bagi anak-anak dan demi mutu pendidikan.
Ia
tidak memungkiri bahwa ada kepala sekolah yang menulis LKS. Dia bekerja
sama pihak dengan penerbit dan menjual di sekolah yang dipimpinnya.
“Benar
arti peribahasa banyak jalan menuju Roma. Istilah ini ternyata
dipraktikkan para kepala sekolah, oknum Dinas Pendidikan, penerbit Ya,
tahu sama tahulah,” pungkasnya. (red DT)

UKW 2018