Inovasi Pelayanan Publik Pacu Kemudahan Berusaha

Inovasi Pelayanan Publik Pacu Kemudahan Berusaha

DENPASAR,CitranewsIndonesia– Instansi pemerintah diharapkan terus berupaya
menciptakan inovasi pelayanan publik, sehingga akan memudahkan
masyarakat untuk berusaha.

Dengan demikian, investasi semakin berkembang
serta kesejahteraan masyarakat pun akan meningkat.

Demikian disampaikan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Yuddy Chrisinandi, saat memberikan
sambutan dalam acara Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Hasil Evaluasi
Pelayanan Publik Tertentu pada 57 Kabupatendan Kota serta Unit Pelayanan
Publik Lainnya, yang digelar di Kabupaten Badung, Provinsi Bali, 26
Februari 2016.

“Salah satu faktor yang mempengaruhi kemudahan berusaha
adalah efisiensi dan efektivitas birokrasi yang dipicu oleh inovasi
pelayanan publik,” katanya.
Yuddy dalam sambutan itu  membeberkan sejumlah data yang
menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik di Indonesia masih perlu
ditingkatkan.

“Dalam The Global Inovation Index (GII) 2013 terlihat bahwa
Indonesia masih menduduki peringkat ke 85 dari 142 negara dengan skor
31,95 dari rentang skor antara 0-100. Secara singkat penilaian ini
didasarkan pada inovasi baik di sektor bisnis maupun pada kemampuan
pemerintah untuk mendorong dan mendukung inovasi melalui kebijakan
publik,” kata Yuddy.

Guru Besar Ilmu Politik Universitas Nasional ini juga
menyebutkan dalam laporan peringkat kemudahan berusaha (ease of doing
bussines) tahun 2016, Indonesia ada pada peringkat ke 109  dari 189
negara.  Skor Indonesia dalam laporan tersebut adalah 58,12.  Meskipun
mengalami kenaikan dalam lima tahun terakhir tetapi skor Indonesia masih
kalah dibandingkan negara-negara lain di ASEAN seperti Singapura
(peringkat 1), Malaysia (peringkat 18), Thailand (49) dan Vietnam (70).

“Diharapkan dalam tahun 2017 menjadi peringkat 40,” katanya.
Berdasarkan data The World Wide Governance Indicators,
rata-rata indeks efektivitas pemerintahan Indonesia di tahun 2014 masih
sangat rendah yaitu 0,01. Indonesia ada di peringkat 85, atau masih
kalah jika dibandingkan Singapura, Malaysia, Thailand dan Philipina.

Menurutnya penyebab utama belum baiknya peringkat Indonesia
di berbagai indikator tersebut adalah karena korupsi dan inefisiensi
birokrasi.

Dia menegaskan memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),
birokrasi dituntut untuk lebih adaptif dan antisipatif terhadap
perubahan yang terjadi. Birokrasi, kata Yuddy, harus tetap disiplin
untuk mewujudkan kinerja yang bermanfaat bagi masyarakat namun tetap
harus memperhatikan berbagai tuntutan global.

“Dalam era ini, kita harus berperan dan mampu mempengaruhi
ekonomi ASEAN. Untukitu, peran birokrasi yang bersih, efisien dan
melayani sangatlah penting,” tuturnya.
Dia menegaskan reformasi birokrasi tetap merupakan
prioritas penting bagi pemerintahan Joko Widodo. Presiden berharap
pelayanan publik lebih prima lagi.

“Kita harus meninggalkan mentalitas priyayi atau penguasa.
Jadilah birokrat yang melayani dengan hati, sepenuh hati dan dengan
hati-hati serta tidak sesuka hati,” katanya di hadapan sekitar 500
undangan yang hadir.

Dalam mendorong percepatan peningkatan pelayanan publik,
kata Yuddy, Kementerian PANRB telah meluncurkan gerakan Satu Instansi,
Satu Inovasi(One Agency, One Innovation). Artinya setiap kementerian,
lembaga dan pemerintah daerah diwajibkan menciptakan minimal satu
inovasi pelayanan publik setiap tahun.

Rapat Koordinasi Tidak Lanjut Evaluasi Pelayanan
PublikTertentu di 57 Kabupaten/Kota bertujuan untuk menyampaikan hasil
evaluasi pelayanan publik di 57 kabupaten/kota (Pusat Pelayanan Terpadu
Satu Pintu, Rumah Sakit Umum Daerah dan Kantor Kependudukan dan Catatan
Sipil), serta unit pelayanan publik lainnya (Bandar Udara, Pelabuhan,
Imigrasi, dan Polres) yang telah dilaksanakan sejak 2015.  Lewat
evaluasi diharapkan peserta rapat dapat belajar dari daerah-daerah yang
telah menjadi role model.

“Peserta akan melihat langsung pelayanan publik di
Kabupaten Badung dan Kota Denpasar sebagai role model dan pemenang
kompetisi inovasi pelayanan publik. Saya mengharapkan para peserta
segera mereplikasi atau menirunya, untuk kemudian dikembangkan di unit
pelayanan saudara” pintaYuddy.
Terkait upaya meningkatkan peringkat kemudahan berusaha,
menteri muda yang selalu tampil enerjik ini mengatakan bahwa, orang
berusaha itu bawa duit untuk negara jadi untuk apa dipersulit.

“IJin-iJin yang bisa memakan waktu berbulan, persingkat jadi beberapa hari atau satu jam saja,” katanya.
Yuddy meminta pemerintah daerah melakukan inovasi dalam hal
perizinan usaha. Semua peraturan daerah yang tidak sejalan dengan
semangat birokrasi efisien, harus dikaji. “Kalau justru menyulitkan
dunia usaha, revisi saja,” tegas Yuddy.

Dia mencontohkan, ada pengusaha Indonesia yang mengeluh
karena untuk mengurus iJin usaha sampai dia bisa membuka usahanya saja
harus memakan waktu hingga enam bulan. Padahal saat pengusaha yang sama
berinvestasi di Dubai, Qatar, segala perijinan hanya membutuhkan waktu
tiga hari.

Menteri Yuddy menjelaskan sesuai dengan program nawa cita
Pemerintahan Joko Widodo, jajaran birokrasi harus sejalan dengan
semangat revolusi mental. “Karena itu untuk kemudahan berusaha, Bapak
Presiden minta kita ada di peringkat 40-an dunia. Itulah hasil revolusi
mental yang diharapkan,” tuturnya.

Yuddy menjelaskan sebagian parameter dari Ease Of Doing
Bussines adalah tanggung jawab birokrasi. Karena itu birokrasi harus
terus berinovasi agar dapat memberikan pelayanan yang lebih prima.

Selain perizinan yang lebih mudah, Yuddy mengatakan
pelayanan prima harus diterapkan di pintu masuk Indonesia seperti
Bandara dan pelabuhan. Yuddy mencatat ada tiga pintu masuk Indonesia
yang paling banyak dilalui turis dan pengunjung dari mancanegara. Tiga
tempat itu ialah Bandara Udara Soekarno-Hatta, Jakarta, Bandara Udara I
Gusti Ngurah Rai, Bali dan Hang Nadim Batam.

“Saya minta pelayanan prima di tiga lokasi itu karena 90 persen orang asing, masuk dari situ,” ujar Yuddy.
Dia juga menyatakan pelayanan publik yang prima akan
menimbulkan kepercayaan masyarakat. Jika dipercaya masyarakat pemerintah
pasti didukung sehingga ada stabilitas politik. “Stabilitas adalah
modal sosial bagi pembangunan,” demikian Yuddy menegaskan.
(HUMAS/MENPANRB)
Facebook Comments
NASIONAL NEWS