GSBI Nilai Sekjend DPR RI  Tidak Mengerti Aturan dan Norma Hukum

GSBI Nilai Sekjend DPR RI Tidak Mengerti Aturan dan Norma Hukum

Jakarta,Citraindonesianews-Sebagaimana di beritakan oleh Salah satu media Online nasional (6/2/2015), “Sekjen DPR
Winantuningtyastuti saat dikonfirmasi mengatakan bahwa 3 pamdal itu bukan
tanggung jawab kesekjenan. 

Ketiganya adalah karyawan perusahaan outsourcing
yang sudah menang lelang”. “Mereka pegawai outsourcing, bukan kesekjenan.
Setahu saya bukan dipecat, memang aturannya kalau mau melahirkan harus
mengundurkan diri. Mereka tahu itu. Kalau sudah siap kerja lagi, melamar
lagi,” ujar perempuan yang akrab disapa Win ini”.

Atas
pernyataan Sekjend DPR RI tersebut, Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI)
melalui Ketua Umum nya Rudi HB Daman, menyatakan GSBI sangat menyayangkan dan
mengecam atas pernyataan Sekretariat Jenderal DPR RI,
Winantuningtyastuti.Pernyataan tersebut ngawur dan membuktikan bahwa Sekjend
DPR RI tidak mengerti aturan dan hukum, tidak paham undang-undang
ketenagakerjaan. Sehingga menganggap pelanggaran dan praktek kejahatan yang
dilakukan perusahaan outsourcing merupakan sesuatu yang biasa dan wajar. 

Ini
sangat keterlaluan dan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di
Indonesia, pantas saja lembaga dan institusi negara seperti DPR RI yang katanya
mulia dan lembaga pembuat Undang-undang, tempat memperjuangkan aspirasi rakyat
tapi menjadi sarang perlakuan diskrimintaif, tempat pelanggaran atas hukum dan
undang-undang, abai atas hak-hak pekerjanya karena pengelolanya tidak paham
aturan dan norma-norma hukum. 

Tindakan
PHK tanpa pesangon dengan alasan hamil terhadap tiga orang  perempuan
Pamdal DPR RI ini  adalah pelanggaran terhadap  UUK No. 13 tahun 2003
pasal 153,  Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan
alasan (poin, e) pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan,
atau menyusui. Bahkan hubungan kerja nya juga melanggar pasal 56 ayat (4) UU 13
tahun 2003 yang “Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka
waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun,
begitu juga dengan masalah upah nya mereka hanya di bayar sebesar Rp.
2.441.000,- sementara ke tiga nya telah memiliki masa kerja 6 – 8 tahun dan
masih berstatus buruh kontrak yang kontrak kerjanya selalu diperpanjang setiap
satu tahun sekali dengan cara kembali melamar kepada perusahaan tersebut. 
Disini juga terdapat kejahatan intergritas perempuan, berupa tindakan PHK
karena hamil.

 

Atas hal tersebut,
GSBI juga mempertanyakan keputusan DPR yang memenangkan perusahaan outsourcing
tersebut sebagai pemenang tender padahal jelas-jelas perusahaan tersebut
menjalanakn sistem kontrak kerja yang bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan
Nomor 13 tahun 2003. Dimana daulat DPR kini,  masa bisa terbelunggu oleh
Yayasan atau PT penyedia jasa tenaga kerja?DPR terutama Kesekjenan harus
bertanggung jawab atas kasus ini, bukan hanya di limpahkan menjadi tanggung
jawab PT KCI semata sebagai perusahaan penyedia jasa tenaga kerja. (Red/gsbi)
Facebook Comments
HUKUM KRIMINAL NASIONAL NEWS